Strategi Bisnis KFC Berjuang Tetap Eksis Walaupun Babak belur

Strategi Bisnis KFC

KFC (Kentucky Fried Chicken) adalah salah satu waralaba makanan cepat saji paling terkenal di dunia. Dengan identitas Colonel Sanders dan ayam goreng khasnya, KFC telah merambah pasar global, termasuk Indonesia, sejak beberapa dekade lalu. Namun, di balik kesuksesan besar itu, KFC juga menghadapi tantangan berat—dari perubahan perilaku konsumen, persaingan ketat, hingga krisis ekonomi dan pandemi global.

Meski pernah babak belur dalam menghadapi berbagai tantangan, KFC tetap berdiri tegak sebagai merek yang dikenal hampir semua kalangan. Apa rahasia dan Strategi Bisnis KFC agar tetap eksis? Mari kita bahas secara mendalam.


1. Reposisi Brand untuk Menyasar Generasi Baru

Salah satu strategi utama KFC untuk tetap bertahan adalah reposisi merek (brand repositioning). KFC menyadari bahwa generasi muda saat ini memiliki karakteristik konsumsi yang berbeda. Maka, KFC menyesuaikan gaya komunikasi dan produk untuk lebih “kekinian”.

Beberapa langkah yang dilakukan KFC:

  • Desain gerai lebih modern dan cozy agar menarik kalangan milenial dan Gen Z.
  • Menggunakan bahasa gaul dan tren lokal dalam kampanye iklan (contoh: “Jagonya Ayam”).
  • Berkerja sama dengan selebriti atau influencer lokal yang digemari anak muda.
  • Menghadirkan produk seasonal atau limited edition seperti menu Korea, burger lokal, hingga kolaborasi rasa unik.

Transformasi Digital dan Adaptasi Teknologi

2. Transformasi Digital dan Adaptasi Teknologi

Era digital menuntut KFC untuk melakukan transformasi agar bisa tetap relevan. Saat pandemi COVID-19 menghantam, restoran cepat saji termasuk KFC terpaksa harus menutup layanan makan di tempat (dine-in). Namun, mereka tidak tinggal diam.

Langkah-langkah yang diambil:

  • Mengembangkan aplikasi pemesanan sendiri dan menjalin kerja sama dengan platform seperti GoFood, GrabFood, ShopeeFood.
  • Menerapkan sistem contactless payment dan digital menu di gerai.
  • Promosi besar-besaran melalui media sosial dan platform digital lainnya.
  • Meningkatkan layanan drive-thru dan delivery service.

KFC juga mulai mengandalkan data pelanggan untuk memahami preferensi dan kebiasaan konsumsi, sehingga strategi pemasaran menjadi lebih efektif dan tepat sasaran.


3. Diversifikasi Produk dan Inovasi Menu

Untuk menghindari kejenuhan konsumen terhadap produk yang itu-itu saja, KFC terus melakukan inovasi dalam menu. Mereka tidak hanya menjual ayam goreng, tetapi juga berbagai jenis produk lainnya, seperti:

  • Burger ayam dan beef.
  • Menu fusion khas lokal (seperti KFC Nasi Uduk, KFC Korean Series).
  • Minuman kekinian, dessert, dan makanan ringan.
  • Paket hemat untuk keluarga atau anak-anak.

Diversifikasi produk ini membuat KFC tetap menarik bagi pelanggan lama sekaligus menjangkau segmen baru.


4. Efisiensi Operasional dan Penyesuaian Bisnis

KFC juga tak segan melakukan penyesuaian operasional agar bisnis tetap berjalan efisien. Saat terkena dampak finansial, KFC Indonesia, misalnya, sempat melakukan:

  • Restrukturisasi gerai, menutup beberapa lokasi yang tidak menguntungkan.
  • Negosiasi ulang dengan mitra, pemasok, dan pemilik sewa lokasi.
  • Menyesuaikan jumlah karyawan dan jam operasional.
  • Menurunkan harga dalam bentuk paket promo dan bundling agar tetap terjangkau.

Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga arus kas dan meminimalkan kerugian operasional.


5. Strategi Marketing Emosional dan Nostalgia

KFC sering mengandalkan iklan yang menyentuh emosi dan nostalgia, yang membuat konsumen merasa dekat secara personal. Misalnya:

  • Iklan bertema keluarga saat Ramadan dan Lebaran.
  • Kampanye “rasa yang tak pernah berubah” yang menekankan ikatan emosional dengan cita rasa ayam KFC.
  • Lagu-lagu ikonik dan visual retro untuk menggaet pelanggan lama.

Dengan pendekatan ini, KFC tidak hanya menjual makanan, tapi juga menjual pengalaman dan kenangan, sesuatu yang sulit digantikan oleh pesaing.


6. Komitmen terhadap Kualitas dan Kebersihan

Meski dalam tekanan bisnis, KFC tidak mengorbankan standar kualitas dan kebersihan. Protokol ketat diberlakukan dalam:

  • Proses memasak dan penyajian makanan.
  • Kebersihan gerai, terutama selama pandemi.
  • Pelatihan staf secara berkala untuk menjaga standar layanan.

Kepatuhan terhadap kualitas menjadikan KFC tetap dipercaya, bahkan ketika ada isu negatif di industri fast food.


Baca Juga : LPS Ungkap Strategi Cegah Risiko Keuangan Bisnis UMKM

7. Kolaborasi dengan Merek Lokal dan Global

KFC juga pintar memanfaatkan kolaborasi sebagai strategi marketing. Beberapa bentuk kolaborasi yang pernah dilakukan antara lain:

  • Kolaborasi dengan merek bumbu atau saus lokal.
  • Kolaborasi dengan produk mainan, film, hingga musisi dalam bentuk kampanye tematik.
  • Produk terbatas hasil kerja sama dengan merek gaya hidup.

Hal ini membuat KFC tetap muncul dalam percakapan publik dan menjadi tren di media sosial.


8. Kembali ke Nilai Inti: “Finger Lickin’ Good”

Meski terus berinovasi, KFC tetap menjaga identitas intinya: ayam goreng khas Colonel Sanders. Ini adalah kekuatan utama yang membuat pelanggan tetap kembali. Meskipun istilah “Finger Lickin’ Good” sempat dihentikan saat pandemi karena dinilai tidak higienis, semangatnya tetap dipertahankan: menyajikan rasa autentik yang membuat pelanggan ketagihan.


Kesimpulan: KFC Tak Sekadar Ayam, Tapi Adaptasi yang Cerdas

Perjalanan KFC dalam menghadapi badai bisnis membuktikan bahwa merek besar pun harus terus beradaptasi, inovatif, dan responsif terhadap perubahan zaman. Dengan menggabungkan strategi digital, inovasi menu, pendekatan emosional, dan efisiensi operasional, KFC menunjukkan bahwa eksistensi bukan soal ukuran bisnis, tapi kemampuan untuk bangkit dan berkembang di tengah krisis.

Di tengah gempuran pemain baru dan tantangan ekonomi global, KFC terus membuktikan satu hal:
“Babak belur boleh, tapi menyerah bukan pilihan.”

Please follow and like us:
Pin Share
RSS
Follow by Email